RSS

ALIH PROFESI SEORANG DUKUN MENJADI PERUQIYAH

29 Okt

Alih Profesi Seorang Dukun Menjadi Peruqyah
Oleh Ki Abduljabbar (Dikutip dari majalah Al-Iman bil Ghoib edisi 87 th. 4/26 Rajab 1428 H/10 Agustus 2007 M. Halaman 38-44.)

Menjadi orang sakti itu mahal harganya. Banyak hal yang harus dikorbankan. Bila pengorbanan itu hanya sebatas materi, waktu dan tenaga tidaklah mengapa. Semua itu hanya bersifat sementara. Tapi kalau harus mengorbankan akidah, maka jangan coba-coba menjadi orang sakti. Derita berkepanjangan di akhirat segera menanti. Karena untuk menjadi sakti, mau tak mau harus bekerja sama dengan jin, seperti dituturkan Dida, mantan dukun yang bertaubat dan telah menamatkan hafalan al-Qur’an. Berikut petikan kisahnya.
SEJAK KECIL, aku memang punya cita-cita ingin menjadi orang yang sakti mandraguna. Ditembak lakak-lakak, ditombak cengengesan. Darah orang sakti mengalir deras dalam diriku. Kakek terbilang orang sakti. Di kampung ku dia sangat terkenal. Untuk mendapatkan kesaktian itu, kakek rela berpuasa selama empat puluh hari dengan tetap bertengger di atas pohon kelapa. Puasa empat puluh hari saja, banyak yang sudah tidak sanggup, karena bukan sembarangan. Tapi kakek sanggup melakukannya dengan tetap bertahan di atas pohon kelapa selama empat puluh hari. Semangat yang membaja-lah yang membuat kakek mampu bertahan, semua itu dilakukan untuk mewujudkan impian menjadi orang sakti. Karena itu, ketika kusampaikan keinginanku menjadi orang sakti, ibu tidak melarang. Toh, lelakon ngelmu itu bukan barang asing bagi ibu. Pergulatanku dengan dunia kesaktian dimulai sejak aku duduk dibangku SMP. Awalnya, aku bergabung dengan perguruan silat di kampungku bersama teman-teman. Latihan-latihan fisik menjadi menu harian. Selain itu, aku juga nyantri di beberapa tempat. Lelakon dengan mulai puasa pun mulai kulakukan. Sebenarnya, aku belum diperbolehkan puasa. Masih kecil, katanya. Hanya karena keinginan menjadi orang sakti begitu kuat, larangan itu tidak kuhiraukan. Aku nekat puasa yang terbilang berat untuk anak seusiaku. Selama tiga hari, aku hanya berbuka dengan tiga suap nasi. Nasi dikasih air kemudian diaduk. Air nasi kemudian diminum seteguk, dua teguk. Kemudian nasinya dimakan tiga suap. Tidak boleh lebih. Setelah itu tidak boleh makan lagi, hingga sahur. Memang tidak ada larangan untuk sahur, tapi karena mulut terasa pahit, aku pun malas sahur. Praktis tiga hari hanya makan tiga suap nasi setiap buka. Tiga hari pertama aku lulus. Dilanjutkan dengan puasa tujuh hari. Meski badan terasa lemas, tapi aku masih sanggup menyelesaikannya. Terakhir puasa dua puluh satu hari. Puasanya memang berat sekali. Apalagi orang disekitarku tidak ada yang berpuasa. Hanya aku sendiri. Cobaannya begitu berat kurasakan. Susah tidur. Ketika ibu menggoreng ikan asin saja, aku sudah ngiler. Karena saking pinginnya. Setelah menyelesaikan puasa dua puluh satu hari, aku bisa melakukan gerakan-gerakan silat yang selama ini tidak pernah kupelajari. Sukses berpuasa selama tiga puluh hari, membuat tekadku semakin kuat. Aku pun mulai berkelana dengan beberapa teman. Sesekali aku berguru ke Jawa Tengah. Tetapi aku tinggal di JawaTimur yang berbatasan dengan Jawa Tengah. Kalau ada orang sakti, kudatangi. Biasanya aku datang bersama teman- teman seperguruan. Pernah, ketika bertandang ke ’orang sakti’ aku diisi dengan tenaga dalam tingkatan menengah. Setelah diisi langsung dicoba. Memang, ketika ada teman yang memukulku, dia langsung terpental. Waktu itu aku heran, kok bisa begitu. Aku pun menganggap itu adalah kelebihan yang diberikan Allah.
Selama berkelana, orang tuaku berpesan, agar aku tidak bekerja sama dengan jin. ”itu ngga boleh,” katanya. Sepengetahuan orang tuaku dukun- dukun itu bekerja sama dengan jin. Tapi apa yang kupelajari berbeda dengan ilmu perdukunan. Aku wiridan dengan ayat- ayat Al-Qur’an atau doa yang berbahasa Arab. Jadi, mereka tidak melarang. Wiridan Dua Juta Kali pada masa-masa SMA tidak jauh berbeda. Aku masih bergelut dengan dunia kesaktian. Entah sudah berapa tempat yang kudatangi. Selain itu, aku juga mulai membiasakan diri bermalam di kuburan. Lebih dekat dengan orang-orang sakti yang jasadnya terbaring di dalam tanah, pikirku. Bagi kebanyakan orang, kuburan adalah tempat yang angker. Jangankan bermalam disana, untuk melintas siang hari saja banyak yang tidak berani. Rasa takut itu seakan sudah hilang dari diriku. Bagiku, bermalam di kuburan tidak berbeda dengan bermalam di rumah sendiri. Aku merasa nyaman saja disana. Terlebih aku merasa dapat lebih dekat dengan orang-orang sakti disana.
Selepas SMA, aku melanjutkan kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di Surabaya, Jawa Timur. Aku masuk fakultas sastra Inggris. Awalnya, kujalani masa perkuliahan dengan senang. Hingga suatu ketika, teman-teman di fakultas mengadakan kegiatan yang bernuansa islami. Saat itulah, aku tertegun dengan bacaan al-Qur’an yang di perdengarkan di awal acara. Terasa ada desiran-desiran halus yang merasuk ke dalam jiwa. Ada dorongan yang mengarahkanku untuk menjadi seorang penghafal al-Qur’an. Dorongan yang kuat itu tak mampu lagi kutahan. Hingga akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan sastra Inggris dan bergelut dengan al-Qur’an. Ketika kusampaikan keinginanku itu kepada orang tuaku, mereka tidak melarang. Mereka hanya berpesan, agar aku serius dengan keputusanku. Menjadi seorang penghafal al-Qur’an tidaklah semudah yang dibayangkan. Dibutuhkan tekad yang membaja agar tak luntur di tengah jalan. Nasehat orang tua kusanggupi. Aku pun meninggalkan rumah dengan satu tujuan. Mencari pondok tahfidz. Pilihanku adalah Banten, Jawa Barat. Meski di Jawa Tengah juga ada pondok tahfidz, tapi aku lebih memilih Banten. Lokasinya yang jauh dari rumah menjadi alasan tersendiri mengapa aku memilih Banten. Biar tidak pulang terus, jawabku ketika ditanya bapak. Waktu pertama ke Banten itu seakan ada yang membimbing. Bukan ke pondok tahfidz, tapi aku diarahkan ke pesantren yang mengajarkan ilmu kesaktian.
Ceritanya begini. Aku belum pernah ke Banten. Sementara wilayah Banten itu luas dan banyak pesantrennya. Ketika sampai di terminal Kalideres Jakarta Barat, kondektur bertanya, ”mau kemana” kujawab saja ”Banten” sambil kuserahkan uang dua ribu lima ratus rupiah. Ternyata aku diturunkan di Cadasari. Disana ada pesantren yang terkenal. Ongkos bis pun juga pas, Dua ribu lima ratus rupiah. Sebenarnya, ketika tiba di daerah Cadasari, rasanya aku sudah ingin turun saja. Sepertinya, hatiku cocok dengan daerah tersebut. Padahal aku belum mendapat informasi apa-apa tentang Cadasari. Apakah ada pondok tahfidz atau pondok yang mengajarkan ilmu-ilmu islam lainnya. Setelah bertanya kesana kemari, aku disarankan untuk mondok disebuah pesantren terkenal disana. Kupikir, tidak ada salahnya bila aku belajar di pondok tersebut. Toh, banyak juga santri dari daerah lain yang juga punya tujuan yang sama denganku. Masalahnya, pondok tersebut tidak mengkhususkan diri dalam hafalan al- Qur’an. Ia tak ubahnya seperti pondok- pondok lain yang bergaya salaf yang mengajarkan kitab kuning. Kitab kuning adalah sebutan untuk kitab-kitab berbahasa Arab yang tidak berharakat. Di sanalah aku berlabuh. Meski di pondok tersebut tidak ada hafalan al-Qur’an, aku tidak terlalu kecewa. Karena aku mendapat gantinya. Cita-citaku menjadi ’orang sakti’ dapat kembali terasah. Lelakon puasa atau wiridan-wiridan tertentu kembali menjadi menu harianku. Untuk menjadi orang yang ’sakti’ aku mengamalkan Hizb Nashr yang diawali dengan puasa tujuh hari. Hari pertama, berbuka dengan tujuh suap nasi. Hari kedua dengan enam suap, begitu seterusnya hingga hari ketujuh, aku tidak makan sama sekali. Berat memang. Tapi karena tekad yang membaja, semua hambatan itu seakan tidak ada artinya. Bersamaan dengan puasa itu, aku juga harus wiridan ayat dan do’a-do’a tertentu setiap selesai solat. Nah, saat mewirid Hizb Nashr itu ada keanehan. Dari hidung, mata dan pori-poriku keluar darah. Tapi anehnya, aku tidak merasakan sakit. Menurut penjelasan yang kudengar, katanya, darah itu keluar sebagai akibat dari suhu panas dalam badanku yang meningkat saat merapal wirid Hizb Nashr. ”kamu tidak usah khawatir. Itu tidak berbahaya. Kalau ingin menghentikannya, bacalah al-Qur’an, maka darah akan terhenti dengan sendirinya,” kata guru memberi wejangan sebelum aku mulai lelakon Hizb Nashr. Aneh memang. Darah tidak lagi keluar dari hidung, mata dan pori-pori begitu kubacakan al-Qur’an. Entahlah mengapa hal itu bisa terjadi. Waktu itu aku tidak begitu memperdulikan. Aku hanya ingin menguasai Hizb Nashr, tanpa banyak mempertanyakan keanehannya. Hizb Nashr hanya sebagian dari ilmu kesaktian yang kupelajari. Terkadang, aku harus memasang telinga lebar-lebar dimana ada guru yang sakti di Banten. Bila sudah dapat kesanalah aku berguru. Untuk menguasai sebuah ilmu aku pernah wiridan sebanyak dua juta kali. Jumlah yang sangat besar memang. Untuk menyelesaikannya, aku tidak keluar kamar selama empat puluh hari. Mencuci pakaian saja, aku tidak sempat. Aku meminta tolong salah seorang temanku. Keluar kamar pun aku hanya sesekali. Itu pun hanya untuk berwudhu. Selebihnya aku duduk bersila diri di kamar dengan terus wiridan. Orang kampung yang lama tidak melihat kehadiranku ditengah-tengah mereka penasaran. Mereka hanya mendengar kabar dari teman-teman bahwa aku lelakon di kamar. Mereka semakin penasaran. Kok lama sekali, kata mereka. Aku memang akrab dengan warga sekitar. Tidaklah mengherankan bila mereka penasaran. Mereka ingin masuk, tapi tidak kutanggapi. Pintu tetap kukunci rapat. Akhirnya mereka menjebol jendela kamar. Begitu jendela kamar terbuka mereka langsung lari terbirit-birit. Padahal aku hanya melihat sekilas kearah mereka. Katanya, mereka melihat seekor macan yang hendak menerkam. Sementara dari wajahku terpancar cahaya yang menyilaukan. Selama wiridan, aku merasakan ada cahaya yang senantiasa menerangi kamar. Siang dan malam, cahaya itu tak pernah redup. Cahaya itu berasal dari sumber yang berbeda-beda. Terkadang, ada cahaya yang berasal dari sinar lampu. Sering kali cahaya itu berganti seperti cahaya bulan. Pada saat lain berganti dengan cahaya lain. Tepat diatas kepala. Wajar memang bila ada yang membuka jendela kemudian terkejut. Selain itu, aku juga sering didatangi orang. Ada yang mengaku guruku. Ada pula yang mengaku Sultan Hasanuddin atau cewek setengah badan. Mereka mengajakku dialog, tapi tak pernah kuhiraukan. Kubiarkan mereka bicara semaunya, hanya kutatap sepintas sebelumnya akhirnya aku larut dalam wiridan. Bagi orang yang terbiasa lelakon seperti diriku, pemandangan seperti itu bukan barang baru. Itu sudah lumrah. Setelah menyelesaikan wiridan dua juta selama empat puluh hari, dilanjutkan lagi dengan puasa selama 49 hari. (yang sedang kupelajari itu adalah ilmu taisir maghrobi dan saiful maslul).
Menjadi Dukun Sejak di Pesantren, sudah Lima tahun setengah aku mondok di Banten. Dalam rentang waktu itu banyak ilmu kesaktian yang kukuasai. Ilmu kebal, halimunan (menghilang dari pandangan orang), tenaga dalam maupun ilmu pelet. Khusus untuk ilmu halimunan, sejatinya orangnya tidaklah menghilang. Hanya saja, ia tidak nampak di mata orang lain. Seakan ada pembatas transparan yang menutup pandangan mereka. Meski demikian, ilmu halimunan ada pantangannya. Ia tidak boleh dipakai untuk mencuri. Kalau pantangan tersebut dilanggar, maka ilmu halimunan akan hilang. Dari berbagai ilmu kesaktian itulah aku bertahan hidup di pesantren. Terus terang, aku tidak pernah meminta kiriman uang dari orang tua di kampung. Sementara kebutuhanku terbilang besar. Kalau sekedar untuk makan, memang tidak seberapa. Tapi pengeluaranku terbanyak adalah untuk belajar ilmu kesaktian. Untuk menguasai satu jenis ilmu saja dibutuhkan uang yang tidak sedikit. Aku harus membayar mahar yang kadang berupa emas sampai seratus gram. Semakin besar mahar yang diberikan, maka keampuhan ilmunya makin hebat. Hizb Nashr misalnya. Sebelum memulai puasa tujuh hari, aku harus menyembelih seekor kerbau. Dagingnya memang untuk dimakan ramai-ramai. Tapi tetap saja, aku harus menyediakannya. Bila belum tersedia kerbau, tentu aku tidak bisa mempelajarinya. Lalu dari manakah aku dapatkan uang? Bagi orang sepertiku, untuk mendapatkan uang tidaklah terlalu sulit. Terlebih aku sudah dikenal sebagai ’orang sakti’ sejak merantau ke Banten. Entah bagaimana ceritanya, ada saja orang datang kepadaku. Macam-macam alasannya. Ada yang ingin diisi tenaga dalam. Ada pula yang ingin belajar ilmu kesaktian atau juga minta dibantu agar cepat dapat jodoh. Dari merekalah, aku bertahan.
Enaknya mondok di Banten itu satu orang menempati satu kamar. Jadi aku tidak perlu khawatir bila tamu-tamuku mengganggu orang lain. Ada yang datang dari Lampung, Jakarta atau Banten dan sekitarnya. Tidak jarang pula ada yang mengundang ke rumahnya. Aku sendiri tidak tahu awalnya, bagaimana mereka tahu bahwa aku bisa mengobati. Setelah lima tahun setengah di Banten, aku kemudian merambah ke pesantren- pesantren di sekitar Banten. Ke Cianjur, Bandung, Garut maupun pesantren lainnya. Aku pernah pindah ke sebuah pesantren di Cianjur, Jawa barat hanya dengan pakaian yang melekat di badan. Uang pun hanya cukup untuk bekal perjalanan. Selebihnya, tidak tahu. Tapi yakin bahwa Allah itu Maha Kaya. Waktu menamatkan shahih Bukhari di Bandung pun begitu. Kok, tiba-tiba ada yang datang. Ia minta diajari ilmu kesaktian. Orang tahu saja, kalau aku punya ilmu. Padahal aku tidak bilang apa-apa kepada teman-teman baruku. Dengan modal begitu, aku berkelana dari pesantren ke pesantren lain. Kadang, sampai kelelahan mengobati pasien. Terkadang, ada kyai yang berguru kepadaku. Waktu itu, aku mondok di pesantren yang mengajar kitab fiqih. Kiai yang juga guruku itu pun datang ke kamarku. Ia minta dikasih ilmu kesaktian. Awalnya, aku menolak. Aku merasa tidak enak. Tapi kiai sedikit memaksa. ”Mas,” katanya. Kiai memanggilku dengan panggilan Mas. ”Mas, kalau tahu dari dulu, dari dulu, Aa belajar sama Mas,” katanya. Kutolak dengan halus, tapi kiai tetap memaksa. Akhirnya aku ajarkan ilmu kesaktian dan pengobatan. Lengkap dengan wirid dan cara puasanya.
Perjalanan Menuju Taubat Tahun 2003, aku berpindah lagi sebuah pesantren di Tanggerang, Jawa Barat. Tepatnya di pondok pesantren tahfidzul Qur’an. Setelah sepuluh tahun berkelanan dari satu pesantren ke pesantren lain, barulah aku bertemu dengan pesantren tahfidz. Aku diingatkan kembali dengan tujuan awal merantau ke Banten. Tak lain, adalah ingin menghafal al-Qur’an. Ternyata selama sepuluh tahun itu, aku belum bertemu dengan pesantren yang tepat. Disana, aku tidak bertahan lama. Karena tidak ada teman seusiaku yang juga menghafal al-Qur’an. Kebetulan, saat itu ada seorang teman menunjukkan sebuah lembaga tahfidz di Jakarta yang pesertanya bukan lagi anak-anak. Rata- rata mereka sudah lulus SMA. Kuputuskan untuk bergabung bersama mereka. Nah, di lembaga tahfidz tersebut, wawasanku tentang keislaman mulai terbuka. Aku mulai banyak membaca sirah nabawiyah atau buku- buku lain yang mengupas keghaiban. Hatiku tergugah, ketika aku merenungkan firman Allah dalam surat al-Jin ayat enam. Kubaca berulang-ulang. Kuresapi artinya secara mendalam. Hingga akhirnya aku menarik kesimpulan bahwa apa yang kupelajari selama ini ternyata menyimpang dari tuntunan. Ayat keenam dari surat al-Jin mengatakan bahwa ada beberapa orang manusia yang meminta bantuan kepada jin, dan itu hanya menimbulkan penderitaan semata. Padahal ilmu kesaktian yang kupelajari selama sepuluh tahun itu tidak terlepas dari bantuan jin. Misalnya ketika wiridan dua juta itu, aku menggunakan apel jin atau kemenyan yang dibakar. Kutaruh apel jin di depan tempat duduk. Lain kali, aku juga menggunakan hio seperti yang digunakan orang Cina. Aku membaca wiridan dengan kemenyan mengebul. Selain itu, aku baru menyadari bahwa ada sebagian doa permintaan bantuan kepada jin. Meski lafadznya berbahasa Arab. Tapi tetap saja doa itu terlarang. Sejak itu, aku menghentikan wiridan- wiridan yang biasa kubaca setiap saat. Kuganti dengan ayat-ayat al-Qur’an, yang menyejukkan jiwa. Selama mempelajari ilmu kesaktian hingga saat menghafal al-Qur’an aku memang tidak merasakan adanya gangguan secara fisik maupun psikis. Tapi hal itu bukan berarti dalam diriku tidak ada jinnya. Aku memiliki sekian banyak jin sebagai hasil dari wiridan dan puasa yang kulakukan. Jin-jin tersebut yang membantuku dalam pengobatan.
Aku yakin, ketika ilmu kesaktianku tidak lagi kuasah dengan membaca wiridan-wiridannya, maka ilmu tersebut secara perlahan akan menghilang. Seperti pisau yang tidak pernah diasah, maka pisau tersebut makin lama makin tumpul. Untuk itu, aku senantiasa melakukan penjagaan diri dengan membaca doa-doa perlindungan maupun mendengarkan kaset ruqyah terbitan ghoib pustaka. Tak lupa pula aku senantiasa melakukan ruqyah mandiri dengan ayat-ayat al- Qur’an yang telah kuhafal. Alhamdulillah setelah tiga tahun di lembaga tahfidz, aku berhasil menyelesaikan setoran hafalan. Kini, tinggal bagaimana aku bisa membagi waktu, agar hafalan al-Qur’an tidak menguap begitu saja. Praktik perdukunan itu telah kutinggalkan di belakang. Kini, jika ada pasien yang datang berobat, aku tidak lagi menggunakan ilmu-ilmu kesaktian yang pernah kupelajari selama sepuluh tahun. Tapi justru aku meruqyahnya dengan ayat-ayat al-Qur’an maupun hadist yang shahih. Dalam beberapa kesempatan, aku juga diundang mengisi kajian membongkar kesesatan ilmu kesaktian yang selama ini sebagiannya diajarkan di pesantren. Bedah Kesaksian Jin menyusup Dalam Wiridan Hizib Pada kesaksian kali ini kita hadirkan mantan dukun yang telah bertaubat. Bahkan, ia kini telah menyelesaikan hafalan al-Qur’an dan telah berganti profesi. Ia tinggalkan praktik perdukunan dan menggantinya dengan ruqyah sebagai cara pengobatan. Kita layak mengacungkan jempol atas keberaniannya untuk membongkar kesesatan praktik perdukunan yang digelutinya selama ini. Dida. Begitu namanya kita samarkan. Ia sangat berkompeten untuk ‘perselingkuhannya’ dengan jin ketika belajar ilmu kesaktian. Ia paham secara mendalam seluk beluk ilmu yang dipelajarinya. Hingga beberapa kyai akhirnya berguru kepadanya. Sepuluh tahun yang lalu, orang tua Dida telah berpesan. Ia telah berpesan. Ia boleh belajar ilmu kesaktian asal tidak bekerja sama dengan jin. Syarat yang simple. Namun bermakna dalam. Ia membebaskan anaknya belajar apa saja, asal tidak menyekutukan Allah. Begitulah seharusnya setiap orang tua berpesan setiap tua berpesan kepada anak-anaknya. Sebagaimana dahulu Luqmanul Hakim berwasiat kepada anak-anaknya. Namun sayang. Pemahaman orang tua Dida tentang tipu daya jin masih sebatas kulit. Ia tidak tahu bahwa anaknya telah bekerja sama dengan jin. Yang ia tahu, dukun-dukun di daerahnya lah yang bekerja sama dengan jin. Sementara apa yang dipelajari Dida, katanya, berasal dari ayat-ayat al-Qur’an serta do’a-do’a yang berbahasa Arab. Ya, syetan memang licik. Ia memanfaatkan segala peluang yang ada untuk menggelincirkan manusia. Ayat al-Qur’an pun tidak luput dari bagian jerat- jeratnya. Hingga tidak sedikit orang terkecoh. Mereka telah meminta bantuan dengan jin tanpa sadar. Kita biarkan Dida membuka kedok ‘perselingkuhannya’ dengan jin saat dia merapal wirid dari hizib-hizib tertentu.
Disini, kita mengambil dua contoh saja, dari sekian banyak hizib yang dikuasai Dida. Yang pertama hizib Nashor. Untuk menguasai hizib ini, Dida atau siapa pun orang yang mempelajarinya harus berpuasa terlebih dahulu. Untuk tingkatan pertama, puasa selama empat puluh hari. Tingkatan kedua, puasa selama tiga bulan. Dan tingkatan ketiga puasa seminggu. Untuk tingkatan pertama dan kedua, puasanya tidak berbeda dengan puasa yang diajarkan Rasullah. Sedangkan tingkatan ketiga, secara jumlah memang lebih sedikit. Tapi tata cara pelaksanaannya yang memberatkan. Untuk hari pertama, Dida hanya berbuka dengan tujuh suap nasi. Hari kedua enam suap. Begitu seterusnya, tiap malam ia berbuka dengan bilangan yang semakin mengecil sehingga ditutup dengan puasa ngebleng. Ia tidak makan dan minum selama empat puluh jam. Selain itu ia mengamalkan wiridan-wiridan tertentu setiap habis shalat. Dilihat sepintas, hizib nashar seakan tidak bertentangan dengan syari’ah. Karena didahului dengan puasa serta mengamalkan wiridan dan doa-doa tertentu. Tapi justru disinilah syetan menyusup dengan halus. Bukankah puasa itu bagian dari ibadah, maka tata caranya juga harus mengikuti apa yang diturunkan Rasulullah. Kita tidak boleh membuat aturan tersendiri. Rasulullah menegaskan dalam sebuah hadist, “Barang siapa yang mengamalkan suatu perbuatan (ibadah) yang tidak ada perintah dari kami, maka amalannya itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sejatinya halal dan yang haram sudah dijelaskan. Tata cara pelaksanaan setiap ibadah juga sudah diterangkan dengan jelas baik melalui al-Qur’an maupun contoh langsung dari Rasulullah. Ketika Rasulullah meninggal dunia, agama islam ini mencapai titik kesempurnaannya. Bukalah lembaran al- Qur’an pada surat al-Maidah ayat tiga, maka kita akan menemukan firman Allah. “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu….” Tata cara puasa telah dijelaskan Rasulullah. Tidak ada penjelasan dalam hadist yang shahih bahwa Rasulullah pernah berpuasa empat puluh hari lalu dilanjutkan dengan tiga bulan dan ditutup dengan puasa seminggu. Kalau Rasulullah tidak mengajarkannnya, maka puasa hizib nashar itu hukumnya tertolak. Ia tidak diterima oleh Allah. Karena diantara syarat diterimanya ibadah adalah tidak menyimpang dari aturan yang telah digariskan Allah. Bila demikian, lalu siapakah yang menyusup ke dalam kesaktian yang diperoleh setelah menyelesaikan lelakon hizib nashar? Apakah dia malaikat? Jawabannya adalah tidak. Malaikat tidak akan menolong orang yang bermaksiat kepada Allah. Yang datang menolong itu adalah jin.
Buktinya, Dida menjelaskan bahwa hizib nashar bisa digunakan untuk pengisian wifiq atau jimat. Yang dimasukkan kedalam wifiq atau jimat itu adalah jin. Saat pengisian itu Dida menggunakan apel jin maupun hio yang dibakar. Apel jin dan hio sama dengan kemenyan, hanya harganya lebih mahal. Ketika asap sudah mengepul, maka Dida memanggil khadam jin dan memasukkannya ke dalam wifiq atau jimat dengan membaca ”Ya khodaama hadzihil asma’i….” Sementara surat al-Jin ayat enam mengingatkan manusia agar tidak bekerja sama dengan jin. Karena itu waspadalah. Jangan mudah terkecoh oleh tipu daya jin yang berlindung di balik ayat-ayat al-Qur’an. Karena hanya menimbulkan petaka dan bencana.

Wassalam,

 
130 Komentar

Ditulis oleh pada 29 Oktober 2011 inci ARTIKEL

 

130 responses to “ALIH PROFESI SEORANG DUKUN MENJADI PERUQIYAH

  1. anab odink

    30 Oktober 2011 at 4:27 PM

    @mualaf
    Mungkin karna kita g pernah kenyang sama kesalahan sendiri,sampe nyari salah org lain.
    Salim hormat unt semua

     
  2. wong bodho

    30 Oktober 2011 at 4:44 PM

    tidak ada yg nyari salah orang lain.hizib itu agung buatan para wali allah yg berisi kesucian karena didalamnya byk kalam allah..kenapa kalian diam saat hizib di jelekkan sesepuh es dgn artikel penuh wahabinya.semua wali amalkan hizib,byk syech,kyai,habib,ustad amalkan hizib. HIZIB TETAP HIZIB YG PENUH KESUCIAN,KALAU MANUSIANYA YG SALAH MASAK HIZIB DISALAHKAN.

     
  3. anab odink

    30 Oktober 2011 at 5:26 PM

    @mbah yai wong bodho
    Saya pribadi kok tdk yakin bahwa mbah yai jabar punya niatan meng hina hizib2 warisan poro sesepuh yg agung itu.
    Saya cuma berhusnuzzon,bahwa maksud beliau menampilkan artikel yg njenengan sebut tendensius itu,dlm rangka mengingatkan kalau amalan2 yg mengandung sirrul ayat ,asma dan sirr2 yg lain ternyata jg rentan kessupan permainan setan.
    Sehingga beliau menganjurkan penggalian potensi diri saja melalui pengembangan pikirin,wong yg ini kecendrungan beliau.
    ini jngan d artikan saya mebabi buta mbelani mbah jabar lho ya…
    Org saya jg tdk sreg waktu metode sesepuh blog yg nun jauh disana di catut2 .
    Salim hormat kagem panjenengan dan mohon ma’ar yg sedalam2nya

     
  4. Mbah Jangkung

    30 Oktober 2011 at 6:57 PM

    Menurut saya khizib itu gak ada unsur Jin nya, yang membikin disusupi Jin hanyalah karena niatan si pelakunya yang kurang lurus, tidak karna Alloh, Khizib adalah rangkaian do’a, membaca do’a sunnat hukumnya, semua tergantung niatnya

     
  5. seno aji

    30 Oktober 2011 at 7:35 PM

    mbah wong bodho : mari ngadem dulu disebelah mbah,sambil ngopi2 🙂

     
  6. Anjas aa.

    30 Oktober 2011 at 9:02 PM

    Ijin nyimak! Sekedar pengalaman! Emang benar hizib bisa di susupi jin! Dulu pernah ngamal hizib tk pagar badan multi pungsi juga! Tapi pada suatu malam sy d datangi orng berjubah lewat mimpi mengaku pemilik awal hizib tersebut! Dia bilang kedatanganya tuk mencabut 70 kesaktian yg menyatu ketubuh dari hasil wiridan hizib tsb. Tentu saya protes karna saya kecewa. Lalu ia bilang amalkan dari awal lagi karna hasil yg saya proleh sebagian tlah menyimpang dari kesucian hizib tersebut. Dari mimpi tsbt sy melihat ada bayangan puth mirip cahaya d cabut keluar dari tubuh saya dari belakng! Jd sy sependapat dgn tangapan bahwa pengamal hizib bisa d manipulasi bangsa jin! Pengamalnya yg d manipulasi bukan hizib itu sendiri! Wasalam

     
  7. Kamarul Zaman

    31 Oktober 2011 at 6:35 AM

    Assalamu’alaikum wr wb

    izin Absen pagi,,,dan izin menyanyi saya,,,

    ini lagu kesukaan dan sering d nyanyiin Markonah,,,

    PANTASKAH AKU INI
    JADI PENGHUNI SURGA
    SEDANGKAN KU BANYAK DOSA

    PANTASKAH AKU INI JADI PENGHUNI SURGA
    SEDANGKAN KU BANYAK DOSA

     
  8. Al-semar ,

    31 Oktober 2011 at 2:35 PM

    Haduwh… Pusing.,..

     
  9. anang bravo

    31 Oktober 2011 at 3:19 PM

    Saya sangatt suaaaaaaaaangatt setujuuuuuuuu dg pendapat dari Kang Mas Anjas aa.

    **************Pengamalnya yg d manipulasi bukan hizib itu sendiri!************.

    sebab hizib berisi do’a do’a suci ” pengharapan penuh kepada Sang ilahi Robbi “.

     
  10. Ki Kirek ASU Kabeh

    1 November 2011 at 7:52 PM

    BOLO SEJATI

    Blog ini sebagai wadah silaturahmi dan persaudaraan sejati, tidak membedakan suku, agama, ras, dan budaya . Saling menghargai , saling menghormati dan tidak menyakiti saudaranya. HIDUP ADALAH MEMBERI BUKAN MENGAMBIL. Manusia diciptakan adalah untuk BAHAGIA, segala masalah yang terjadi pada Anda, karena Anda sudah melanggar RAMBU-RAMBU yang ada. Solusinya, temukan di blog ini. Stay tune ….

     
  11. sigit

    9 November 2011 at 4:12 AM

    Wahabi syaitonirrojim…

     
  12. Wiro Sableng

    13 November 2011 at 11:57 PM

    Haaa haaa haaa itu mah belum beralih profesi. Alias masih dukun Keneh… Haa haa ha.. Rekiah ya podho ae dukun juga, hanya Kostum saja yang berbeda.. Haa haa haa

     
  13. Top Travel Destinations

    14 November 2011 at 9:49 PM

    It was excited to come across your site a short while ago. I arrived here today hoping to learn interesting things. I was not upset. Your well thought out ideas with new strategies on this subject matter were enlightening and a great help to me. Thank you for making time to create these things and for sharing your mind.
    My travel blog Top Travel Destinations.

     
  14. ingsun

    9 Desember 2011 at 12:22 PM

    kesimpulan :
    bisa jadi pada awalnya, hizib-hizib tsb tidak menggunakan unsur jin tetapi kemudian ada yg menjual/menyebarkan hizib dengan unsur jin didalamnya.

    saran :
    mungkin akan lebih baik apabila dari sesepuh pihak energisejati menyaring terlebih dahulu posting2 ilmu di blog ini untuk menghindari adanya amalan yg menggunakan unsur jin, agar menghindari kesesatan.
    tentunya dengan cara yg bijak tapi jelas…..
    misal : setiap bacaan yg harus diamalkan harus disertai arti dalam bhs indonesia dan harus ada yg cek dan ricek dari sesepuh pihak energisejati.

    terima kasih
    salam sejati

     
  15. Girry Talenta Martadinta

    14 Desember 2011 at 11:27 AM

    Bgus bertobat kembali ke jalan yang benar,ajaran yang tidak syar’i hanya akan menyesatkan manusia kejalan perbuatan syirik!

     
  16. djainir

    27 Desember 2011 at 10:28 PM

    Assalam mualaikum…

    Ilahi Anta Maksudy Wa Ridhoka Mathlubi…

    Numpang memberi pendapat jika diperkenankan oleh para sedulur dan sesepuh di sini… Saya sependapat jika amalan itu bisa disusupi oleh Jin, baik itu Asma, Hizib atau pun Saifi.. Karena bangsa Jin sendiri ada yang muslim dan non muslim.
    Walau pun amalan tersebut adalah milik aulia, bukan tidak mungkin bisa disusupi oleh bangsa Jin, karena Jin juga bisa mempelajari amalan-amalan tersebut.
    Cara membedakannya bisa dikatakan susah-susah gampang, tapi itu bisa dilihat sekilas dari penggunaan minyak2 tertentu dan cara tirakatnya yang tidak diajarkan oleh Rasulullah.
    Satu hal lagi, banyaknya para pengamal amalan2 Hikmah tergelincir karena melihat fadhilah dari suatu amalan bukan karena Allah. Contoh mudahnya, jika mau jujur terhadap diri sendiri, apakah kita mau mengamalkan amalan-amalan dari doa2 tertentu yang terkadang sampai berlembar-lembar dan terkadang sampai ribuan kali, jika tidak ada fadhilahnya? Saya sendiri kok pesimis jika ada orang yang mau mengamalkan doa-doa tertentu jika tidak melihat fadhilahnya.. Ini yang menyebabkan pihak Jin menyusup dan si pengamal tidak sadar…

    Maaf jika koment saya ada yang menyinggung sedulur dan sesepuh di sini, saya hanya menyampaikan buah pikiran saya yang orang bodoh dan fakir ini…

    Wassalam…

     
  17. akhunkabir

    5 Januari 2012 at 2:07 AM

    iitu dari majalah ghaib . saya dulu begitu ambsius dengan majalah ini, tapi setelah saya renungkan, majjalah ini begitu kointroiversial. hanya mau mebenarkkan diri sendiri, semuua cara lain adalah salah (syirik), cumma ruiuqyah yang bener. Saya dulu malah menjadi seirang peruiqyah, tapi saya kini tinggalkan.

     
  18. Sohib

    28 Juli 2012 at 12:12 PM

    Ne’ pa’ ngelmu di toto sik niate, benerke syariate, ngaji sing bener. Ojo langsung mlempat, mngko edan/kentir/stress… Syariat, thoreqot, hakekat, ma’rifat. Kalo sdh masuk bab thoreqot/spiritual. Hrs ada yg bimbing (guru yg kamil mukamil yg sdh di akui kesolehannya). Yg jelaz boz.. Gtu!

     
  19. Wong pegagan

    6 Agustus 2012 at 3:13 PM

    Sejatinya saya sangat setuju sekali dengan apa yang dikatakan sodara2ku di blog ini…
    bahwa hizib itu untaian doa dan sholawat…saya sendiri suka baca …klopun mewiridkan cuma dibaca ba’da sholat karena itu saya anggap doa jadi klo mo puasa berhari, berminggu apalagi sampe menyembelih kerbau…pake apel jin..hio….saya rasa itu emang udah laen niatnya..hihi…bener…terkadang klo gk tau fadilahnya malah sungkan tuk bacanya…..
    Saya aj lebih suka buka Al quran…baca dalam hati…renungkan artinya….maka akan semakin TAHU kita bahwa Al quran dan isinya memang sakti bagi pencari kesaktian seperti saya dan sodara laennya.’ Ud uni as tajiblakum…mintala kepadaKu, maka akan Ku beri…tapi bagi yang beriman dan berfikir, ikhlas, istiqomah, tawaqqal, pasrah berserah diri full atu lagi yang tunduk dan PATUH….hehehe..mohon maaf klo salah kata itu berasal dari saya..klo ada benarnya itu datang dari Allah……

     
  20. adi

    14 Februari 2013 at 3:14 PM

    matur nuhun

     
  21. ki noto jiwo

    22 April 2013 at 10:57 PM

    ya dimaklum baca hizibnya, ya minta bantuan khodam.tentunya jin ifrit yg bantunya.beda dengan para guru kita.yg memerintahkan pengamalan asma maupun hizib karna Alloh ta’Alla..
    tema bersekutu aja masih membingungkan bg dia.tp bg kita ya jel;as simplenya jgn minta bantuan ke selain Alloh.kenapa harus takut musyrik(menduakan Alloh, kalau mengenalnya pun belum seperti sesepuh kita ni,cuman karna perjalanan nya ga nemu guru yg mampu bimbing.seolah nyalahin semuanya).awas ada WAHABI…WAHABI..WAHABI..ingat ente ente siwahabi gakan meluk Islam kalao sareatnya kga ada wali2 yg susah payah nyebarin Islam di tanah jawa maupun indonesia.paling juge lo kaum wahabi masih nyembah matahari ma patung.

     
  22. raden mayasadana

    2 Mei 2014 at 6:16 PM

    wahabi nyerang wuechh…urusin umat cuy..janagan kafir mengkafirkan orang n ilmu orng

     
  23. raden mayasadana

    2 Mei 2014 at 6:17 PM

    hizib itu rangakaian do’a dzikir yang di susun para ulama …

     
  24. yahmun

    23 Februari 2015 at 12:58 PM

    ambil kebaikan dari informasinya jangan sebut kelmopok atau alirannya, klo begitu terus umat Islam gk pernah bisa bersatu. yang senang siapa kalo umat islam terus pecah?

     
  25. mdadangblog

    14 Januari 2016 at 7:07 AM

    ~Sekedar menyegarkan ingatan 🙂

    >Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)

    Rasulullah Shallallau ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa-apa yang Allah halalkan dalam kitabNya adalah halal, dan apa-apa yang diharamkan dalam kitabNya adalah haram, dan apa-apa yang didiamkanNya adalah dibolehkan. Maka, terimalah kebolehan dari Allah, karena sesungguhnya Allah tidak lupa terhadap segala sesuatu.” Kemudian beliau membaca (Maryam: 64): “Dan tidak sekali-kali Rabbmu itu lupa.” (HR. Al Hakim dari Abu Darda’, beliau menshahihkannya. Juga diriwayatkan oleh Al Bazzar).

     
  26. ahmad imron

    4 April 2017 at 10:56 AM

    Ruqyah pun bisa dipenuhi dgn energi Jin…apabila niatan ruqyahnya hanya utk perang2an…
    ” Innamal a’malu binniyyaat..”

     

Tinggalkan komentar